Jumat, 01 April 2016

Chapter 3 : Fall 4 times, stand up for 5

Sepertinya sudah berbulan bulan lalu sejak saya memposting artikel terakhir.. oh bukan sepertinya lagi tapi memang fakta ya? hehe.
Saya sebenarnya cukup suka menuliskan berbagai pengalaman yang saya anggap cukup berarti dalam kehidupan saya. Tapi nampaknya, mungkin, saya belum siap untuk menulis saat itu.
Setelah beberapa bulan berlalu (memulihkan diri dari hancurnya hati),akhirnya saya baru bisa menata hati kembali. Mungkin mengingat kembali suatu kegagalan adalah bagian dari proses penerimaan.

Bagi banyak orang apa yang akan saya ceritakan di postingan saya kali ini bukan hal yang cukup mengesankan untuk dibaca karena yang terjadi adalah hanya rentetan kegagalan demi kegagalan dalam usaha saya mencari beasiswa ke Jepang. Namun sepertinya, bisa jadi kegagalan yang saya alami ini bisa menjadi pelajaran atau motivasi  untuk saya pribadi di masa mendatang. Ketika saya throw back at time kelak, saya ingat bahwa ada suatu masa dimana saya menjadi seseorang yang begitu ‘keukeuh’ dalam memperjuangkan apa yang ingin saya raih karena sebelumnya saya bukan tipe orang yang punya will power (baca : ambisius dan keras kepala) seperti ini. 
So, semoga pengalaman ini bisa membuat saya lebih termotivasi agar apa yang nantinya saya lakukan dalam hidup saya bisa lebih ada will powernya,jadi usaha yang dilakukan juga bisa lebih greget.

Well daripada makin curhat baper, let me start the continuation story after August 2015.


Mobukagakusho research student 2016
Setelah saya tidak lolos pada saringan ketiga LPDP tahun lalu, beberapa bulan kemudian saya juga tidak lolos beasiswa mobukagakusho tahun 2016. Saya cukup kecewa dengan kegagalan saya yang kedua saya ini karena beasiswa ini cukup saya idam idamkan dan ketidaklolosan saya di tahap yang bisa dibilang nyaris aman, yaitu wawancara.
Yap! Saya sudah sempat diwawancara oleh 4 orang jepang dan 1 orang Indonesia di kedubes jepang. Dan menurut saya pengalaman tersebut cukup luar biasa sekali. Saat itu saya super excited sekaligus gugup, hal inilah yang mungkin membuat jawaban yang saya utarakan ketika wawancara begitu berantakan. Entah mengapa saya tidak bisa menyampaikan dengan jelas apa yang ada di otak saya itu melalui lisan. Mungkin karena neutron neutron di otak saya (halah) yang telalu cepat sehingga sepertinya sulit sekali untuk sinkron dengan lidah. 
Setelah saya resmi dinyatakan tidak lolos, saya kemudian mengevaluasi kembali kira kira dimana letak kesalahan saya. Setelah saya pikir pikir lagi, selain karena wawancara yang gatot, mungkin juga dari proposed research saya yang sepertinya tidak doable untuk dikerjakan di sana dan tentunya karena saya belum punya professor, which means tujuan sekolah saya menjadi masih kabar kabur. Itulah yang bisa saya simpulkan dari kegagalan saya yang kedua ini.

Toyama Perfectural Scholarship 2016
Beberapa minggu setelah kegagalan saya yang kedua, saya mendapatkan info mengenai pembukaan beasiswa magister perfektur toyama dan ada bidang khusus studi saya. Tanpa ragu, saya apply beasiswa tersebut karena saya pikir, saya memenuhi sebagian besar kriteria calon penerima beasiswa. kecuali penguasaan bahasa jepang yang minimal level N5 atau 4, namun saya tetap nekat untuk mencoba apply karena, well, saya kan gak tahu kalau gak dicoba kan? Kata "kata siapa tahu" terngiang ngiang di kepala saya menjadi motivasi saat itu. Namun akhirnya saya harus menerima pil pahit karena saya tidak lolos di tahap kedua. Yaah.. mungkin saat itu karena field studi saya (lagi lagi) juga belum jelas karena saya belum cukup mengantongi informasi universitas yang ditawarkan (saya sebagian besar menggunakan dokumen monsho untuk apply ini) dan jadilah, mungkin karena faktor tersebut dan mungkin karena faktor lain yang tidak saya ketahui (saya curiga banget itu faktor bahasa), membuat saya belum layak mendapatkan beasiswa itu. Padahal beasiswa tersebut cukup menarik, karena programnya termasuk program magang juga di industri di jepang (sponsor beasiswanya adalah pemerintah perfektur toyama dan perusahaan jepang di daerah tersebut).
Yasudah baiklah… mungkin memang belum rejeki saya.

Inpex scholarship 2017
Sekitar bulan September saya kemudian mendapatkan informasi lagi adanya beasiswa magister yang dibuka oleh inpex foundation. Jadi inpex foundation ini adalah sebuah yayasan di bawah inpex corporation japan yang setiap tahun memberikan program beasiswa kepada mahasiswa Indonesia dibidang natural science. Usut punya usut ternyata beasiswa ini merupakan beasiswa yang cukup populer juga. Setelah segala sesuatu dokumen terpenuhi (minus proposed research karena ini bisa menyusul apabila lolos tahap pertama) saya kirimlah sebundel dokumen itu ke kantor inpex di Jakarta. Dan hasilnya? Hehe.. lagi lagi saya tidak lolos. Saya menyimpulkan begitu berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari blog seseorang yang telah mendapatkan beasiswa inpex. Saya tidak dihubungi oleh pihak inpex sampai akhir januari 2016 padahal berdasarkan inforrmasi tersebut, para kandidat yang lolos tahap pertama seharusnya dihubungi bulan Desember. Yasudah inilah kegagalan saya yang keempat dan menjadi penutup petualangan saya mencari beasiswa tahun lalu.

Kecewa? Jelas!, mengapa ya? berbagai usaha maksimal yang saya lakukan selama ini belum ada satupun yang sesuai dengan apa yang saya harapkan? Saya akui tiap kali gagal saya berpikir untuk menyerah saja. Namun apabila saya mencoba merenung dan melihat semuanya dari sudut pandang yang berbeda, sebenarnya  dari kegagalan kegagalan yang selalu saya terima, selalu ada hikmah di baliknya. Sungguh saya belajar banyak hal, pendewasaan diri salah satunya.
Dalam hidup tidak semua hal yang kita inginkan bisa kita dapatkan. Namun bukan berarti apa yang kita inginkan tidak pantas untuk diperjuangkan untuk dicapai. We will never know if we never try right?

give up? nay! Saya baru gagal 4 kali dan belum saatnya bagi saya untuk menyerah.
saya nggak tau sebenarnya apa skenario Allah untuk saya di akhirnya. Tapi saya yakin, skenarionya adalah yang terbaik untuk saya. Entah bagaimana akhirnya apakah saya layak untuk sekolah di luar negeri atau tidak saya serahkan kepada Allah. Yang jelas, yang saya tahu saat ini adalah saya akan tetap akan berihtiar sekuat yang saya bisa dalam menyusun tangga tangga mimpi saya. 

Karena ketika seseorang punya banyak mimpi,maka orang itu juga harus siap untuk jatuh berkali kali bukan? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar